Traditional Games Returns

Lupakan Gadgetmu, Ayo Main di Luar!

Hati-Hati, Anak-Anak Terancam menjadi Korban Child Grooming di Media Sosial!

Jum'at, 06 Desember 2024 ~ Oleh Traditional Games Returns ~ Dilihat 209 Kali

  Halo, Sobat TGR! Menurutmu, bagaimana sih kondisi dunia anak-anak saat ini? Baik-baik saja? Apa mungkin kalian merasa “gelisah” atas mencuatnya kasus-kasus dengan anak yang menjadi sasaran utamanya?  

  Mulai dari tawuran antar pelajar di Jalan Raya Parung dengan barang bukti yang berupa celurit, judi online berkedok games online yang menyasar anak-anak di bawah umur dengan sistem top up, hingga sejumlah cyber crime yang menyusupi media sosial anak-anak. 

  Nah, salah satu dari banyaknya kasus cyber crime yang menyita perhatian masyarakat kita sekarang tak lain mengenai fenomena child grooming di media sosial. Lantas, bagaimana sih fenomena child grooming ini berlangsung di internet? Mengapa ya rata-rata dari korbannya tak sadar akan “jebakan batman” itu? Adakah cara jitu untuk mengantisipasinya? Yuk, kenali fenomena child grooming di internet lebih dalam!

Child Grooming: Bujuk Rayu Para Pelaku! 

  Sebelum membahas lebih jauh kira-kira Sobat TGR sudah pernah dengar belum terkait istilah “cyber sexual harassment” di sini? Hm, apa yang terlintas di kepala kalian saat mendengar istilah cyber? Tentu nggak jauh dari internet, media sosial, dunia virtual dan sebagainya kan?

  Lebih lanjut, cyber sexual harassment mengacu ke suatu tindakan asusila atau pelecehan seksual yang berlangsung di internet. Bentuknya pun beragam lho Sobat, mulai dari lelucon seksis, konten bermuatan tak senonoh, penyalahgunaan foto dan video tanpa izin untuk kebutuhan komersial pornografi, dan sebagainya. Mengerikan sekali deh pokoknya!

  Berikutnya, apa sih yang dimaksud “child grooming” itu? Mengacu pada definisi yang dikutip dari lembaga internasional Masyarakat untuk Pencegahan Kekejaman terhadap Anak-anak atau National Society for the Prevention of Cruelty to Children (NSPCC), child grooming bisa diartikan sebagai sebuah upaya yang dilakukan seseorang untuk membangun hubungan, kepercayaan, dan hubungan emosional dengan seorang anak atau remaja sehingga mereka dapat memanipulasi, mengeksploitasi, dan melecehkan mereka (Ramadhan, 2020: 14).

  Sederhananya sih child grooming merujuk pada cara kerja para pelaku kejahatan atau akrab disebut groomer dalam merayu korban untuk terlibat ke suatu aktivitas seksual melalui beberapa manipulasi atau “modus” yang membuat para korbannya luluh dan susah lepas deh. Mirisnya, mayoritas dari korban tersebut tak lain merupakan anak-anak dan remaja di bawah umur. 

 

Ilustrasi “Groomer”

Mayoritas Korbannya Nggak “Ngeh!”

  Sobat TGR, pasti penasaran ya kira-kira kenapa sih para korban kok bisa-bisanya terjebak omong kosong pelaku? Pasti dalam benak kalian pun terlintas kan ucapan-ucapan seperti ini, “Padahal kan banyak pilihan lho buat menolak”. Sayangnya, tak segampang itu karena para pelaku groomer ini gampang sekali untuk membuat para korbannya “baper” lewat love bombing-nya.

  Mereka memiliki beberapa “trik jitu” dalam memperoleh perhatian dari korban yang ingin ditujunya melalui pendekatan interpersonal. Kurang lebihnya, mereka akan menarik simpati para korban dengan mengenali kebutuhan dari korbannya terlebih dahulu. Kemudian, muncullah sifat “ketergantungan” dalam diri korbannya deh.

  Kok, para korbannya bisa nggak ngeh gitu? Berikut beberapa poin yang dilansir dari laman kompas.com saat mewawancarai Mbak Farraas Afiefah seorang Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga. 

Taktik Emosional membuat Korbannya merasa Diperhatikan

"Merasa nggak ada yang salah, kenapa? Karena dia ngerasa dia dicintai, dia ngerasa dia diterima," ungkap Mbak Farraas. 

  Kurang lebihnya begini, Sobat TGR, para pelaku groomer akan berupaya untuk menarik perhatian korban dengan hati-hati agar tidak dicurigai. Dimulai dari melempari mereka dengan sebuah pujian, apresiasi, dan hadiah tak lupa perhatian-perhatian sederhana dan tindakan-tindakan baik lainnya. Sehingga, korban tidak sudah “jatuh” ke dalam perangkapnya.

Adanya Rasa Puas dan Bangga

  Perbedaan usia di antaranya keduanya, membuat korban cenderung memiliki kepuasan dan kebanggaan tersendiri. Hal ini dikarenakan mayoritas dari para pelaku groomer cenderung lebih tua dan dinilai sigap secara ekonomi. Singkatnya, ada citra yang bermain di sini, Sobat TGR. 

Mereka Terlanjur Nyaman

"Mungkin dia tahu itu nggak boleh, jadi dia tahu dia tidak boleh menceritakan itu ke orang tua. Dia simpan sendiri, tapi ya dia tidak merasa tidak nyaman," tutur Mbak Farraas.

  Nah, Sobat TGR, berkaca dari informasi yang tertera di laman kompas.com dikatakan jika perlakuan-perlakuan manis dari pelakunya dapat menimbulkan rasa nyaman bagi si korban lho. Duh, bahaya banget!

  Oleh karenanya, para korban cenderung menutup diri terkait aktivitas yang tak sehat ini selama menjalin hubungan dengan si pelaku atau groomer, sekalipun ketika dimintai foto tak senonoh, misalnya. Hal yang turut memprihatinkannya lagi Sobat TGR, para korbannya ini cenderung denial akan perilakunya sebab kuatnya hubungan emosional di antara mereka berdua. 

Ah enggak kok, dia enggak gitu!”

Tunggu Apalagi? Yuk, Kita Cegah Secepatnya!

 

 

Ilustrasi Media Sosial

  Nah, Sobat TGR, kita semua bisa banget lho bahu membahu dalam memutuskan rantai child grooming di media sosial ini. Simak baik-baik yuk!

Yuk, Awasi Anak selama Bermain Internet!

  Sobat TGR bisa mendorong partisipasi anak-anak untuk lebih terbuka lagi dengan aktivitasnya di media sosial. Boleh dengan memintanya untuk membatasi pertemanannya di dunia virtual melalui fitur “privacy”, mengidentifikasi jenis konten yang dikonsumsinya, mengenalkannya fitur YouTube Kids hingga memberikan edukasi digital untuknya. Bagi kalian yang tertarik dengan digital parenting cusss mampir ke artikel TGR berikut ini

  Selain itu, dianjurkan untuk memberikan limit atau screen time kepada si kecil. Dengan hal ini, anak-anak tidak terlalu kecanduan bermain Internet.

Yuk, Ajari Anak terkait Sexual Consent, khususnya terkait Bagian-Bagian Tubuh yang Boleh dan tak Boleh Disentuh ataupun Diekspos! 

  Consent yang dimaksud di sini mengacu ke “batasan” atau “izin” melalui persetujuannya sendiri. Nah, orang tua dan orang dewasa berperan dalam mengenalkan batasan-batasan tersebut ke anaknya, Sobat TGR, melalui edukasi terkait bagian tubuhnya yang boleh disentuh dan tidak boleh. 

  Kalian bisa memulainya dari bagian dasar dulu lho semisal ketika melihat si kecil menjadi juara di kelasnya, coba ajukan izin untuk memeluknya sebagai bentuk apresiasi kalian terhadap kerja kerasnya. “Adik, hebat sekali! Terima kasih untuk kerja kerasnya. Boleh peluk tidak ya?”

  Berikutnya, kenalkan beberapa bagian tubuhnya yang boleh dan tak boleh disentuh, bahkan tak boleh diekspos. Caranya? Sobat TGR bisa mengajaknya bernyanyi ataupun bermain. Ciptakan suasana yang menyenangkan ya agar ia pun tidak merasa bosan, perlu diingat kembali bahwa pentingnya menyusun kata-kata yang lebih sederhana sesuai dengan usia mereka ya, Sobat TGR!

  Hal yang tak kalah penting, jangan lupa untuk kasih tahu mereka terkait orang-orang yang berhak menyentuhnya. Ketika ia sedang dalam pemeriksaan oleh dokter, misalnya, idealnya diperbolehkan untuk menyentuh bagian tubuh yang tertutup. Terakhir, ajarkan si kecil untuk tegas dalam menolak permintaan di luar keinginannya ya, dengan bahasa yang baik-baik.

Yuk, Sebisa Mungkin Hindari Kebiasaan Mengunggah Foto atau Video Anak saat Tidak Mengenakan Pakaian 

Ilustrasi Mengunggah foto Anak yang Salah di Media Sosial

(Dokumentasi TGR Community, 2024)

  Hm, fenomena ini seringkali ditemukan pada orang dewasa yang mengunggah foto bayi atau anak kecilnya ke media sosial pada saat mandi, misalnya. Sebenarnya tak apa sih, Sobat TGR, asalkan jangan lupa untuk tutupi area tubuh sensitifnya ya persis seperti ilustrasi di atas. 

  Yuk, kita pertimbangkan keamanan si kecil selalu. Hati-hati, setiap foto atau video yang kalian unggah ke internet itu memiliki konsekuensinya masing-masing. Sobat TGR mungkin bisa saja menghapusnya, tetapi kita tidak pernah tahu kan siapa saja yang menyimpannya secara pribadi?

  Beberapa waktu lalu di Indonesia sendiri pun pernah digegerkan lho akan kasus seperti ini. Seorang dokter bernama Tjandra Adi Gunawan didakwa atas beberapa pelanggaran terkait pasal 27 Ayat 1 UU No 1 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), juncto pasal 45 Ayat 1 UU No 1 tahun 2008 mengenai ITE, serta pasal 65 KUHP terkait pornografi. 

  Mirisnya, ditemukan banyak barang bukti terkait keterlibatannya dalam mengoleksi seribu foto anak dengan kondisi telanjang untuk diunggah ke media sosial Facebook-nya. Sedihnya lagi, kebanyakan dari korbannya adalah anak-anak di bawah umur, duh parah banget deh!

  Oleh karenanya, penting untuk kita ingat kembali jika salah satu aturan tak tertulis dalam bermedia sosial adalah sebisa mungkin hindari mengekspos foto dan video anak ketika mereka sedang tidak mengenakan pakaian ya, Sobat TGR. Pertimbangkan untuk memberikan blur atau stiker-stiker sebagai sensor. Hal ini bertujuan agar anak dapat terhindar dari serangan pedofil. 

Yuk, Kenalkan Anak Family Safety Code!

 

Ilustrasi Penerapan Family Safety Code

(Dokumentasi TGR Community, 2024)

  Family safety code memiliki sebuah peran yang krusial dalam menciptakan keamanan bagi keluarga kalian lho, Sobat TGR. Dalam hal ini, kalian mengikutsertakan si kecil untuk membuat kode-kode rahasia jika sewaktu-waktu mereka dihadapkan pada situasi darurat yang mana hanya boleh diketahui oleh keluarga terdekatnya saja (Khususnya orang tua, kakak, maupun adik). 

  Dengan mengandalkan banyak media seperti komunikasi verbal, sebut saja “kucing salju!” maknanya si kecil sedang dalam bahaya, Sobat. Di samping itu, kalian juga bisa kenalkan mereka melalui komunikasi non-verbal bisa berupa isyarat “SOS” maupun emoji untuk menghindari rasa canggung. Selengkapnya terkait family safety code bisa banget cek langsung ke artikel TGR yang ini!

  Maka demikian, si kecil pun akan lebih bebas dan terbuka untuk bercerita mengenai keluhannya jika sewaktu-waktu ada seseorang yang merayunya di media sosial. Tanpa rasa canggung deh pokoknya. Dengan begitu, si kecil pun terselamatkan dari incaran groomer!

  Namun, perlu diingat kembali juga ya jika family safety code ini nggak boleh Sobat TGR bagikan ke sembarang orang. Keluarga inti saja yang lebih disarankan seperti orang tua, adik, dan kakak. 

  Kenapa? Begini, Sobat TGR, dalam sebuah kasus di waktu pandemi Covid-19 lalu, para pelaku groomer menjalankan aksinya melalui beberapa kode yang dikenal dengan sebutan "code words criminals". Dari mulai situs-situs belajar anak-anak hingga permainan online pun semuanya disusupi oleh para pelaku groomer. 

  Para groomer juga mengenal bahasa anak-anak zaman sekarang juga, lho. Masih dalam kasus yang sama, mereka menggunakan “bahasa gaul” saat ini seperti "lol", "tbh", bahkan code words criminals berupa “cheese pizza” yang bermakna ke arah pornografi. Kata-kata seperti ini berbahaya karena memang dibuat se samar dan sefamiliar mungkin, hi serem banget!

  Oleh karenanya, pertimbangkan baik-baik ya, Sobat TGR, terkait orang-orang kepercayaan itu. Jangan sampai membahayakan keamanan si kecil di media sosial ke depannya, ya. Hati-hati!

Yuk, Hadirkan Kasih Sayang untuk Anak melalui Gentle Parenting!

  

Ilustrasi Gentle Parenting

(Dokumentasi TGR Community, 2024)

  Kalian pasti sudah familiar bukan? Gentle parenting menjadi salah satu gaya pengasuhan yang begitu menarik. Hal ini dikarenakan bagaimana sebuah koordinasi antara orang tua dan anak berjalan dengan baik tanpa pengasuhan “otoriter” atau yang mungkin pada zaman sekarang dikenal sebagai “parenting VOC”. Anak-anak yang tumbuh dalam pengasuhan jenis ini cenderung lebih mudah untuk mengekspresikan suasana hatinya melalui simpati dan empati.

  Di samping empati, gentle parenting menekankan pada tiga prinsip utama yang mencakup sikap menghargai, mengerti, dan mengenali batasan. Jadi, anak-anak akan belajar untuk lebih terbuka dan jujur akan perasaannya sendiri dikarenakan komunikasi sehat yang orang tuanya kenalkan sejak dini. 

  Metode ini berkaitan sekali lho dengan poin nomor empat terkait family safety code. Gentle parenting mendorong si kecil untuk cerita, tetapi tanpa adanya penghakiman. Fokus kalian mendengar dan menanggapinya dengan penuh empati disertai nada yang halus, nggak ada deh drama-drama membentak anak.

  Nah, mengacu pada konteks di atas kalian bisa banget lho untuk mengedukasi si kecil mengenai beberapa batasan dan larangan dalam bermain media sosial, tetapi tetap didukung oleh alasan yang logis ya Sobat TGR supaya mereka pun bisa memaknai pesannya dengan jelas. Penasaran dengan gentle parenting lebih lanjut? Cus, kepoin artikelnya TGR yang lain, Sobat! 

  Sobat TGR, yuk sama-sama ciptakan ruang yang ramah untuk tumbuh kembangnya si kecil. Kalian memiliki kontribusi yang besar lho dalam menciptakan iklim digital yang sehat bagi mereka. Dengan begitu, mereka pun akan lebih leluasa lagi deh bermain media sosialnya meskipun tetap dalam suatu pantauan dan batasannya sendiri. Lupakan Gadget-mu,  Ayo Main di Luar! (LB/ed. HRV)

  Untuk Sobat TGR yang ingin berkolaborasi dengan kami, mulai dari menjadi pengisi acara, tenant, hingga narasumber, bisa klik tautan di sini ya.

 

Writer: Elva Nur'aziza C

Editor: R. Harvie R. B. R

Publisher: R. Harvie R. B. R

Referensi:

Andaru, I. P. N. (2021). Cyber child grooming sebagai bentuk kekerasan berbasis gender online di era pandemi. Jurnal Wanita dan Keluarga, 2(1), Juli 2021. https://pdfs.semanticscholar.org/1a2b/9fcebbc834cfa814f80bc70a9e2154796af6.pdf/1000

Dilla, N. R., & Ufran. (2022). Efektivitas penanggulangan tindak pidana child grooming di Indonesia. Indonesia Berdaya, 4(1), 383-388. https://ukinstitute.org/journals/ib/article/view/4149/pdf

Dewi, A. P. (2024). Cegah grooming, orang tua diminta awasi aktivitas anak di internet. Antaranews.com. https://www.antaranews.com/berita/4084977/cegah-grooming-orang-tua-diminta-awasi-aktivitas-anak-di-internet

Efendi, A. (2020). Etika mengunggah foto anak ke media sosial. Tirto.co.id. https://tirto.id/etika-mengungah-foto-anak-ke-media-sosial-fNvo

Hardianti, F., Kumorotomo, W., & Setianto, W. A. (2023). Sosialisasi child grooming: Cyber crime yang mengintai anak-anak di era digital. Jurnal Pengabdian Literasi Digital Indonesia, 2(2). https://jurnal.relawantik.or.id/abdimas/article/view/45

Lom. (2024). Kominfo bongkar cara ribuan anak bisa main judi online. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20240726181503-192-1126001/kominfo-bongkar-cara-ribuan-anak-bisa-main-judi-online

Mega. (n.d.). 6 cara mengajarkan anak sexual consent untuk perlindungan. Ibupedia.com. https://www.ibupedia.com/artikel/keluarga/6-cara-mengajarkan-anak-sexual-consent-untuk-perlindungan

Muchamad, S. (2024). Tawuran pelajar pecah di jalan raya Parung Bogor, 5 pelaku diamankan. Detik.com. https://news.detik.com/berita/d-7590968/tawuran-pelajar-pecah-di-jalan-raya-parung-bogor-5-pelaku-diamankan

Novianti, A. C. (2024). Gentle parenting: Kita obrolin sama-sama yuk nak!. Traditionalcampaign.com. https://tgrcampaign.com/read/593/gentle-parenting-kita-obrolin-sama-sama-yuk-nak

(NIR). (2023). Digital parenting: Cegah adiksi gadget pada anak. Traditionalcampaign.com. https://tgrcampaign.com/read/443/digital-parenting-cegah-adiksi-gadget-pada-anak

Salmon, L. (2022). What is gentle parenting and how can you raise your kids this way. Independent.co.uk. https://www.independent.co.uk/life-style/health-and-families/feet-tiktok-york-research-itv-b2227851.html

Salamor, A. M., Fadillah, A. N., Corputty, P., & Salamor, Y. B. (2020). Child grooming sebagai bentuk pelecehan seksual anak melalui aplikasi permainan daring. SASI, 26(4), 490-499. https://fhukum.unpatti.ac.id/jurnal/sasi/article/view/381/pdf

Serny, P. (2022). Gentle parenting dan dampaknya pada ibu. Tirto.id. https://tirto.id/gentle-parenting-dan-dampaknya-pada-ibu-gwno

TMJ4. (2020). Child predators visiting homework sites and games with two-way chat during COVID-19. TMJ4.com. https://www.tmj4.com/rebound/child-predators-visiting-homework-sites-and-games-with-two-way-chat-during-covid-19#google_vignette

Tribun News. (2015). Terbukti bersalah, dokter pedofil dihukum empat tahun penjara. Tribunnews.com. https://www.tribunnews.com/regional/2015/01/19/terbukti-bersalah-dokter-pedofil-dihukum-empat-tahun-penjara

Tribun News. (2016). Jangan unggah foto balita mandi di medsos, pedofil mengincarnya. Wartakota.tribunnews.com. https://wartakota.tribunnews.com/2016/03/19/jangan-unggah-foto-balita-mandi-di-medsos-pedofil-mengincarnya

Utami, S. N., & Dewi, B. K. (2024). Mengapa korban “child grooming” tidak sadar bahwa mereka dimanipulasi?. Kompas.com. https://lifestyle.kompas.com/read/2024/11/19/090500820/mengapa-korban-child-grooming-tidak-sadar-bahwa-mereka-dimanipulasi

Traditional Games Returns Tgr Parenting Waspada Bahaya Child Grooming Child Grooming Lindungi Anak Dari Child Grooming Faktor Terjadinya Child Grooming Cara Mencegah Child Grooming
Komentari Tulisan