Halo, Sobat TGR! Pernah nggak mendengar ada anak yang sedang merasa kesal dan akhirnya melampiaskannya dengan cara berkata kasar? Aduhh… belajar dari siapa ya? Takut banget si adik jadi ikut-ikutan dan akhirnya jadi kebiasaan sampai nanti dia dewasa.
Sebenarnya perasaan kesal itu bisa berasal dari keinginan anak yang tidak terkabulkan, lho! Jangankan anak-anak, orang dewasa saja kalau tidak mendapatkan apa yang diinginkan pasti merasa frustasi, kan?
Salah satu perbedaan antara anak-anak dengan orang dewasa saat menghadapi rasa frustasi adalah, anak bisa menunjukkannya dengan cara tantrum dan menangis, bahkan sampai bisa berguling-guling di area publik. Berbeda dengan orang dewasa, di mana mereka akan merasa malu jika melampiaskan rasa frustasi dengan tindakan yang menarik perhatian sekitar.
Frustasi pada anak bisa saja terjadi karena hal yang menurut orang dewasa sepele, tetapi hal tersebut bisa terasa sangat besar dan membingungkan bagi mereka. Contohnya pada saat mereka tidak bisa membuka bungkus camilan, mainannya direbut oleh teman, dan hal lainnya.
Perlu diingat bahwa anak-anak masih belajar untuk mengelola emosi. Mereka belum pandai menyampaikan perasaan frustasinya dengan tepat, sehingga perasaan mengganggu yang mereka rasakan dapat memicu tindakan yang kurang menyenangkan. Salah satu contohnya adalah dengan menyebutkan kata yang kasar.
Ketika mendengar kata kasar terlontar dari anak, pasti para orang tua yang mendengarnya merasa malu jika dilihat oleh lingkungan sekitarnya. Hal itu biasanya membuat para orang tua spontan menegur dengan cara memarahi anak pada saat kejadian.
Ilustrasi Anak Berkata Kasar
Dalam kondisi anak yang kesulitan mengekspresikan perasaannya dengan tepat itulah, kata-kata kasar yang keluar sebenarnya terlontarkan tanpa ada niat untuk menyakiti siapapun. Hal ini merupakan sinyal yang mereka berikan ketika sedang merasa butuh bantuan untuk lebih memahami emosinya sendiri.
Orang yang lebih dewasa bertugas untuk membantu mereka mengembangkan keterampilan menyampaikan emosi dengan cara yang sehat dan positif. Alih-alih memarahi anak karena berkata kasar, para orang tua bisa mencoba untuk mencari pemicu dari perilaku tersebut. Bisa jadi reaksi dari tindakannya adalah cara mereka mengungkapkan rasa frustasi yang belum bisa dijelaskan dengan kata-kata lain.
Anak tidak bisa bersikap tenang jika orang dewasa yang berada di sekitarnya tidak bisa memahami bahwa ia sedang merasa terganggu. Ada baiknya Sobat TGR memahami terlebih dahulu apa yang disebut dengan frustasi daripada buru-buru memarahi anak dan mencap dirinya sebagai anak yang nakal. Lantas, apa sih frustasi itu?
Frustasi didefinisikan sebagai kondisi emosional yang dialami oleh seseorang ketika keinginannya terhambat untuk dicapai (Yusuf, 2018). Ketika seseorang tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, maka emosi seperti kesal, kecewa, marah, bingung, dan sedih bercampur menjadi satu. Jika emosi tersebut ditahan dalam waktu yang lama, maka dapat menimbulkan ledakan emosi di lain waktu.
Menurut Sukmalara & Khodijah (2018), ledakan emosi tersebut bisa disebabkan karena kurangnya kecerdasan emosional pada anak. Mereka akan tumbuh menjadi penakut, sering merasa sedih, mudah merasa tertekan, dan mudah marah. Di sini kecerdasan emosi merupakan kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi dan mengelola emosi diri sendiri dengan baik, serta kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain (Goleman, 2009).
Pada tahun 2023, Armita pada penelitiannya menyatakan bahwa fenomena anak yang suka berkata kasar sudah banyak terjadi di lingkungan tempat tinggal dan masyarakat. Duh, hal tersebut seharusnya menjadi perhatian lebih bagi kita para orang dewasa ya, Sobat TGR! Alangkah lebih baik jika kita memahami terlebih dahulu akar dari rasa frustasi yang dialami oleh anak.
Frustasi pada usia dini bisa muncul karena berbagai alasan. Orang tua tidak boleh gegabah pada saat proses membantu mereka untuk mengatasi rasa frustasi ini. Berikut cara memahami akar frustasi yang dirasakan oleh anak.
Pertama, adanya rasa ketidakmampuan. Pada saat keinginannya tidak tercapai, anak akan menyampaikannya dengan perkataan yang positif maupun negatif (Putri, 2021). Hal ini bertujuan untuk mendesak orang tua agar memenuhi keinginannya.
Kedua, ketidaknyamanan timbul akibat rasa kecewa atas harapan yang tidak terpenuhi membuat anak menjadi tidak betah setelah menekan emosi, sehingga mereka kemudian mewujudkan rasa frustasinya melalui sikap tantrum (Tandri, 2008). Salah satu contohnya adalah ketika orang tua telah menjanjikan sesuatu pada anak, namun mereka tidak menepatinya. Hal itu membuat anak kecewa karena ekspektasinya tidak dapat terwujud.
Ketiga, keterbatasan yang diterapkan oleh orang dewasa. Contohnya adalah ketika anak ingin mencoba minum air menggunakan gelas kaca, tetapi karena takut gelas tersebut pecah, akhirnya orang tua menggantinya secara paksa dengan gelas plastik. Dalam situasi tersebut anak merasa tidak ada kebebasan yang diberikan, sehingga wujud sifat frustasinya dikeluarkan dengan cara tantrum agar kehendaknya diperbolehkan (Pramiyanti, 2008).
Ilustrasi Anak Frustasi
Memahami akar dari frustasi ini hanyalah langkah awal untuk membantu anak menemukan cara yang sehat untuk mengekspresikan perasaannya tanpa berkata kasar. Perlu diingat bahwa reaksi yang dikeluarkan oleh anak bisa jadi karena mereka meniru orang-orang di sekitarnya. Mereka belajar bukan hanya dari kata-kata nasihat, tetapi juga belajar dari apa yang mereka lihat dan dengar setiap harinya.
Penelitian yang dilakukan oleh Tamrin & Ramadhina (2021) serta Armita (2023) sepakat menegaskan bahwa anak-anak bisa dengan cepat menghafal dan meniru perbuatan orang-orang di sekitarnya. Sisi negatif dari hal tersebut adalah mereka belum bisa memahami di bagian mana saja yang boleh ditiru dan tidak boleh ditiru.
Hal tersebut menjelaskan bahwa anak belajar dari lingkungan terdekat. Orang dewasa yang berada di sekitarnya tentu harus lebih memperhatikan sikap serta memiliki kemampuan untuk mengajarkan anak agar dapat menyampaikan rasa frustasi tanpa harus berkata kasar.
Mengajari anak untuk menyampaikan emosi bisa dilakukan sejak dini lho, Sobat TGR! Caranya bisa dimulai dari memvalidasi perasaan yang sedang mereka rasakan. Memvalidasi perasaan anak secara tidak langsung mengajarkannya juga dalam mengenali emosi yang sedang ia rasakan, seperti emosi marah karena frustasi, kecewa, atau sedih.
Dalam hal ini, anak mulai belajar untuk mengendalikan perilaku dan emosi yang dirasakan (Morrison, 2009). Sehingga sebaiknya kita juga menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh mereka.
Jika anak sudah terlanjur berkata kasar, orang tua bisa memberi peringatan pada saat itu juga pada mereka. Peringatan pada anak bisa dilakukan secara halus ya, Sobat TGR! Hal tersebut bertujuan agar anak mengerti dan tidak mengulangi berbicara kasar lagi di lain kesempatan (Armita, 2023).
Ilustrasi Mengajarkan Anak Menyampaikan Emosinya
Lalu, bagaimana sih cara memberikan pemahaman agar anak tidak berbicara kasar ketika menghadapi rasa frustasi? Secara lebih lanjut, Tamrin & Ramadhina (2021) memberikan enam tahapan untuk mengajarkan anak cara menyampaikan emosinya seperti berikut:
Tetap tenang dan beri penjelasan kepada anak tentang arti kata tersebut
Berikan contoh kata yang baik untuk diucapkan
Perkaya kosakata anak sehingga banyak kata baik yang bisa mereka gunakan
Batasi penggunaan gadget
Terapkan hukuman
Jangan ragu untuk memuji dan memberi penghargaan
Perlu diingat bahwa kemampuan menyampaikan emosi pada anak berkembang secara bertahap. Dengan begitu, contoh nyata yang diberikan oleh orang dewasa di sekitarnya menjadi berpengaruh penting dalam perkembangan sosial dan psikologis pada anak (Lozano, 2024).
So, Sobat TGR harus terus melatih anak dalam kegiatan sehari-hari untuk menyampaikan emosi yang sedang mereka rasakan dengan kata-kata yang sopan ya! Di sinilah kesabaran menjadi sangat penting dalam membimbing anak untuk mengajarkan cara menyampaikan emosinya.
Membimbing anak tentunya membutuhkan waktu yang sangat panjang, bahkan hingga akhir hayat. Sebab tidak semua hal yang diajarkan oleh orang tua bisa langsung dilakukan oleh anak. Selain itu, setiap anak tentunya membutuhkan waktu belajar dan pendekatan yang berbeda-beda tergantung pada kepribadian mereka.
Kesalahan yang berulang kali dilakukan bukan semata-mata karena anak membangkang, tetapi karena mereka masih belajar menyusun pola perilaku mana yang baik untuk dilakukan. Dengan begitu, kesabaran dari orang tua dapat menciptakan rasa aman bagi anak untuk tumbuh.
Ilustrasi Membimbing Anak dengan Kesabaran
Anak-anak belajar dengan cara meniru perilaku orang tua. Ketika orang tua mampu mengelola emosi mereka sendiri dengan baik, anak-anak akan cenderung mengikuti perilaku tersebut. Sebaliknya, jika orang tua sering menunjukkan emosi negatif, seperti marah atau frustrasi, anak mungkin belajar untuk merespon situasi dengan cara yang sama (Dwistia et al., 2025).
Kesabaran yang diberikan oleh orang tua bukan berarti membiarkan anak bertindak semaunya, tetapi konsisten dalam membimbing sehingga anak lebih mudah menerima arahan. Hal ini dapat menciptakan hubungan yang sehat antara orang tua dan anak. Mereka akan tumbuh dengan pemahaman bahwa melakukan kesalahan merupakan bagian dari belajar, sehingga meminimalisir kesalahan serupa.
Setiap orang tua tentunya menginginkan anak tumbuh menjadi pribadi yang baik. Ketika berkata kasar menjadi bagian interaksi pada anak-anak, hal tersebut dapat berdampak langsung pada kehidupan sosial dan perilaku anak. Dengan begitu, penting bagi orang tua dapat memahami dampak apa saja yang akan diterima bila berkata kasar menjadi kebiasaan dalam berkomunikasi dengan masyarakat luas.
Anak yang terbiasa untuk berkata kasar dapat membentuk pola komunikasi negatif hingga dewasa. Mereka akan menganggap bahwa wajar saja untuk mengekspresikan emosi dengan cara yang keras dan menyakiti perasaan orang lain.
Makian (berupa ejekan, bentakan, kata-kata kasar) yang dilontarkan oleh anak kepada temannya bisa menyebabkan tersakitinya perasaan bahkan dapat merusak mental keduanya (Amirta, 2023). Anak yang melontarkan kata kasar akan cenderung kesulitan dalam menjalin hubungan sosial, sementara teman yang menjadi korban merasa tidak nyaman atau takut untuk berinteraksi kembali.
Kebiasaan berkata kasar pada anak bisa menandakan bahwa dirinya memiliki kontrol diri yang lemah, terutama saat marah atau frustasi. Hal tersebut dapat membuat mereka sulit menemukan keunggulan atau talenta dalam dirinya. Suasana hati yang mudah tersulut emosi negatif dan sulit untuk diberitahu membuat anak bersifat pasif serta tidak mau mengasah hal-hal baru.
Ilustrasi Dampak Negatif dari Kurangnya Kontrol Diri pada Anak
Risiko untuk dikucilkan orang sekitar juga meningkat karena berkata kasar dapat menurunkan empati pada anak. Sikap tidak peduli dan tidak peka terhadap lingkungan sekitarnya menimbulkan kesulitan dalam menyelesaikan konflik secara damai. Bukannya berdiskusi, mereka yang mudah meledak emosinya akan cenderung memilih menyerang lewat kata-kata.
Banyaknya dampak negatif yang akan diterima anak ketika terbiasa menggunakan kata kasar menjelaskan bahwa perilaku tersebut bukan hanya soal etika, tetapi tanda bahwa emosi anak yang mungkin tidak tertata. Maka dari itu, orang tua harus mencontohkan secara nyata bagian mana yang boleh ditiru dan bagian mana yang tidak boleh ditiru.
Saat anak berkata kasar, respon pertama orang tua bisa saja kaget, marah, dan langsung melarang anak menyebutkan kata itu lagi. Pada dasarnya membimbing anak memang bukan tugas yang mudah. Kesabaran orang tua dalam membimbing, memberi contoh, dan menciptakan ruang aman bagi anak untuk belajar mengenali emosinya dengan sehat.
Jelaskan pada anak bahwa kata-kata kasar memang ada, namun tekankan bahwa kata-kata tersebut bukan merupakan contoh yang baik untuk mereka gunakan dalam interaksi sehari-hari. Tegaskan kata apa yang boleh dan tidak boleh dipakai sesuai nilai keluarga.
So, mulailah ciptakan pola komunikasi yang hangat dan sehat, sehingga anak tumbuh menjadi pribadi yang sopan dan santun ya, Sobat! Lupakan Gadget-mu, Ayo Main di Luar! (YS/ed. NRA)
Bagi Sobat TGR yang tertarik untuk berkolaborasi dengan kami, baik untuk menjadi pengisi acara, tenant, atau bahkan narasumber. Yuk, klik tautan di sini untuk info lebih lanjut!
Writer: Yalda Suvita
Editor: Naura Ashyffa
Graphic Designer: Nurul Hidayah
QC/Publisher: R. Harvie R. B. R
Armita, D. (2023). Bahasa kasar (Abusive Language) dan dampaknya bagi perkembangan perilaku anak. ROSYADA: Islamic Guidance and Counseling, 4(1), 37-48.
Dwistia, H., Sindika, S., Iqtianti, H., & Ningsih, D. (2025). Peran Lingkungan Keluarga dalam Perkembangan Emosional Anak. Jurnal Parenting Dan Anak, 2(2), 1-9.
Morrison, G.S. (2009). Early Childhood Education Today. New Jersey: Pearson International Edition
Lozano-Casanova, M. (2024). The combined effect of family environment and parents’ characteristics on the use of food to soothe children. Food Science and Nutrition, 12(4), 2588–2596. https://doi.org/10.1002/fsn3.3941
Pramiyanti. (2008). Solusi dalam mendidik anak. Jakarta: PT Buku Kita.
Putri, A. A. (2021). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku tantrum pada anak di TK Bunda Dharmasraya. Jurnal Inovasi Penelitian, 1(10), 2041-2048.
Putri, C. I. H., & Primana, L. (2017). Pelatihan regulasi emosi anak usia prasekolah (3-4 tahun). Jurnal Pendidikan Anak, 6(2), 190-202.
Sukmalara, D., & Khodijah, S. (2018). Hubungan antara pola asuh orang tua dengan temper tantrum pada anak usia prasekolah di TK Nururrahman pekayon jaya bekasi selatan. Ilmu Kesehatan, 2, 1-9.
Tamrin, H., & Ramadhina, S. (2022). Faktor-faktor yang mempengaruhi anak berbicara kasar dan cara mengatasinya (Studi pada anak desa Tanjung Gusta, Kecamatan Sunggal). Jurnal Pemberdayaan Sosial Dan Teknologi Masyarakat, 1(2), 147-152.
Tandri. (2008). Bad Behavior Tantrum and Tempers. Jakarta: PT Elex Komputindo.
Yusuf, L.N. (2018). Kesehatan Mental Perspektif Psikologis dan Agama. Bandung.
Traditional Games Returns Tgr Parenting Anak Berkata Kasar Saat Frustasi Anak Berkata Kasar Orang Tua Harus Apa? Definisi Frustasi Akar Frustasi Cara Menyampaikan Emosi Dampak Dari Berkata KasarMitra Kolaborasi:
Copyright © 2017 - 2025 Traditional Games Returns All rights reserved.