Hai, Sobat TGR! Bagaimana kabar kalian hari ini? Semoga selalu sehat dan menjadi pribadi yang kuat yah, Sobat. Artikel kali ini berbeda setiap biasanya, lho!
Memang, apa sih bedanya? Jadi, pada kesempatan kali ini, kami mau mengajak Sobat TGR untuk wisata virtual mengenal budaya permainan dan makanan dari enam negara. Yuk simak!
Setiap negara tentu memiliki perbedaan, termasuk dalam budaya permainan dan makanan. Perbedaan ini menjadi identitas sekaligus keunikan masing-masing negara. Melalui keberagaman tersebut, kita belajar untuk saling menghargai sesama. Konsep inilah yang menjadi ide dasar dari terselenggaranya festival lokal bernama Hompimpa Fest. Jadi, apa sih Hompimpa Fest itu?
Hompimpa Fest merupakan sebuah acara yang bertujuan untuk memperkenalkan, serta merayakan kekayaan budaya dari enam negara yaitu Indonesia, Tiongkok, Vietnam, Myanmar, Timor Leste, dan Angola. Acara yang dilaksanakan sebagai platform interaktif dan edukatif dengan fokus utama permainan dan makanan tradisional ini dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2025 di President University, Cikarang, oleh mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional angkatan 2022 sebagai bagian dari inisiatif akademik dan pengembangan kompetensi mahasiswa.
Acara ini dihadiri oleh seluruh civitas President University, Tim dari Perpustakaan Liliana, 50 peserta, Tim Traditional Games Returns (TGR) sebagai fasilitator permainan tradisional Indonesia, mahasiswa internasional sebagai perwakilan stan budaya dan beberapa orang tua peserta. Dimulai pada pukul 10.00 pagi, MC langsung membuka keseruan acara ini.
Tidak lupa dilanjutkan dengan serangkaian sambutan oleh Kepala Program Studi Hubungan Internasional President University, Dr. Muhammad Sigit Andhi Rahman, Dosen Muhammad Farid S.S., M.PA., perwakilan dari panitia Hompimpa Fest, Nadia Baharuddin, pendiri Perpustakaan Liliana, Mam Aini Firdaus, dan pendiri Traditional Games Returns (TGR), Aghnina Wahdini. Wah banyak banget ya sambutannya, jadi penasaran deh setelah ini ada apa ya?
Sesi Sambutan
(Dokumentasi TGR Community, 2025)
Setelah sesi sambutan selesai, langsung dilanjutkan dengan sesi ice breaking yang dipandu langsung oleh Tim TGR, tentunya dengan bermain permainan tradisional cingciripit dan ampar-ampar pisang! Pada permainan cingciripit, semua peserta membentuk lingkaran besar dan meletakkan jari telunjuk ditangan peserta lain. Jadi, para peserta harus bisa menghindar dari capitan tangan teman.
Kemudian, adik-adik diminta berpasangan untuk menyanyikan lagu “Ampar-Ampar Pisang” bersama. Mereka juga diajarkan gerakan tepuk tangan mengikuti irama yang menambah keceriaan dan keseruan. Setelah lagu selesai, pasangan-pasangan tersebut melakukan suit untuk menentukan pemenang.
Para peserta merespon dengan sangat antusias dan menikmati sesi ice breaking, secara tidak langsung melalui sesi ini mereka belajar tentang permainan tradisional dan lagu daerah. Dari bermain sudah dapat ilmu, keren kan?
Anyway, tepat pukul 10.36 WIB akhirnya sesi yang ditunggu-tunggu yaitu playtime and food time adventure dimulai! Para peserta dibagi menjadi dua belas kelompok yang berisikan 4-5 lima orang. Selain itu, setiap kelompok didampingi satu kakak pendamping dari mahasiswa President University.
Potret Sesi Ice Breaking
(Dokumentasi TGR Community, 2025)
Sebelum para peserta mengunjungi setiap stan, mereka mendapatkan akan “paspor” sebagai syarat kunjungan dan partisipasi. Paspor ini diperlihatkan kepada petugas yang berjaga. Jika para peserta sudah mengunjungi stan, mereka mendapatkan stiker negara sebagai bukti kunjungan.
FYI, para peserta mendapatkan kesempatan selama dua puluh menit untuk mencoba makanan tradisional dan memainkan permainan tradisional setiap negara. Selain itu, mereka juga mempelajari hal baru mulai dari cara bermain, sejarah, dan nilai budaya pada setiap makanan dan permainan, hal ini dijelaskan langsung oleh mahasiswa asing di setiap negara.
Meskipun komunikasi dilakukan dalam bahasa Inggris, hal ini tidak menjadi hambatan bagi para peserta untuk belajar. Mereka tidak hanya mempelajari budaya, tetapi juga sekaligus melatih kemampuan berbahasa asing melalui interaksi yang menyenangkan. Hal ini membuktikan bahwa bahasa bukanlah penghalang untuk memahami budaya lain dan membangun interaksi yang bermakna.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, para peserta mendapat “paspor” untuk mengunjungi masing-masing stan. Total stan yang diselenggarakan ada enam, masing-masing mewakili negaranya sendiri-sendiri. Keenam stan tersebut adalah sebagai berikut:
Di stan Indonesia, para peserta diajak untuk bermain permainan tradisional yaitu gasing dan damdas. Gasing diputar menggunakan bantuan tangan dan tali. Pemain yang gasingnya berputar paling lama akan keluar sebagai pemenang.
Sedangkan damdas dimainkan dengan pion digerakkan secara diagonal untuk memakan pion lawan. Tak hanya bermain, para peserta juga menikmati dua makanan tradisional khas Indonesia yaitu nasi tumpeng dan klepon, hmm jadi laper deh! Stan Indonesia merupakan hasil kolaborasi antara Tim TGR dan perwakilan mahasiswa President University, yang bersama-sama memperkenalkan budaya tanah air kepada peserta dengan cara menyenangkan.
Potret Stan Indonesia
(Dokumentasi TGR Community, 2025)
Stan berikutnya adalah berasal dari negara asal hewan lucu nan menggemaskan yang bernama panda, apa lagi kalau bukan Tiongkok. Stan ini dipandu oleh salah satu mahasiswa internasional bernama Ma Junhao.
Permainan tradisional yang dimainkan di stan ini adalah Jianzi dan Pot-tossing. Jianzi dimainkan dengan menendang bulu berbentuk shuttlecock tanpa membiarkannya jatuh ke tanah, sedangkan Pot-tossing adalah permainan melempar anak panah kecil ke dalam wadah dari jarak tertentu. Permainan ini kerap dimainkan dalam festival rakyat dan perayaan tradisional.
Di sisi lain, makanan yang disajikan yaitu bāozi (bakpau) yang populer sebagai menu sarapan di Tiongkok dan yuèbǐng (kue bulan). Makanan tersebut biasanya dinikmati saat festival pertengahan musim gugur.
Potret Stan Tiongkok
(Dokumentasi TGR Community, 2025)
Di stan Myanmar, dipandu oleh Heather Hsar, Darren Khant, dan Annora, mahasiswa internasional dari Myanmar. Terdapat dua permainan yaitu Htteo See Toe dan Phankhon. Cara bermain Htteo See Toe dengan pemain dibagi dua tim, satu tim menjaga garis, tim lain berusaha menyeberang tanpa tersentuh.
Phankhon juga dimainkan oleh dua tim, tim penyerang melompat dengan satu kaki melewati rintangan yang dibuat oleh tim bertahan berupa pemain yang duduk membentuk hambatan. Di sisi lain, makanan yang disajikan yaitu Burmese Shan Tofu merupakan camilan gurih dari tepung kacang chickpea yang lembut dan kaya rasa, serta Ohn No Khao Swè yaitu mie creamy dengan santan yang hangat dan sedikit manis.
Potret Stan Myanmar
(Dokumentasi TGR Community, 2025)
Pada stan Vietnam dipandu oleh Le Viet Trang, mahasiswa internasional asal Vietnam di President University. Para peserta mendapatkan kesempatan mencoba dua permainan tradisional Vietnam yaitu Hopscotch dan Ô ăn quan. Hopscotch dimainkan dengan melompat satu kaki melewati kotak-kotak yang digambar di tanah tanpa menyentuh garis sedangkan Ô ăn quan dimainkan dengan memindahkan batu kecil di kotak-kotak yang digambar di tanah secara bergantian untuk mengumpulkan batu sebanyak mungkin.
Setelah bermain, peserta mencicipi dua hidangan khas Vietnam yaitu Gỏi cuốn tôm, lumpia udang yang segar dan ringan berisikan udang, bihun, dan rempah, disajikan dengan saus celup. Selain itu, ada juga chả giò bà ba yaitu lumpia goreng tradisional isi daging dan sayur yang renyah.

Potret Stan Vietnam
(Dokumentasi TGR Community, 2025)
Xanniry Rene sebagai mahasiswa internasional dari Timor Leste menjadi perwakilan dari negara tersebut. Di stan Timor Leste, terdapat satu permainan yang dimainkan yaitu Lao Rai. Permainan ini sama halnya dengan congklak dimainkan dengan papan berlubang serta biji-bijian. Selain itu, stan ini juga menyajikan dua makanan tradisional yaitu Batar Daan, hidangan manis khas hari raya dan singkong rebus.

Potret Stan Timor Leste
(Dokumentasi TGR Community, 2025)
Stan terakhir adalah negara yang berasal dari benua Afrika, yaitu Angola. Pada stan ini, dipandu oleh Victoria Camia yang merupakan mahasiswa internasional dari Angola. Pada stan Angola, terdapat satu permainan tradisional yang bisa dimainkan yaitu Garrafinha. Permainan ini dimainkan dengan cara memasukkan pasir ke dalam botol dan tim lawan bertugas untuk melempar bola agar mengenai tim yang sedang memasukkan pasir.
Selain itu, para peserta dapat mencicipi dua makanan tradisional yaitu Paracuca, cemilan manis yang terbuat dari gula dan kacang tanah dan Magoga, menggunakan ayam atau daging sapi yang dimasak bersama kol dan wortel, lalu dibumbui dan diberi campuran mayones dan saus tomat di atasnya. Sobat TGR coba lihat deh fotonya, keliatan enak lho!

Potret Stan Angola
(Dokumentasi TGR Community, 2025)
Wah, seru banget yah! Pada acara ini, semua peserta berkesempatan mengenal budaya dari berbagai negara secara langsung. Setelah seluruh kelompok mengunjungi enam stan, acara dilanjutkan dengan sesi diskusi di mana anak-anak menceritakan apa yang mereka pelajari serta permainan dan makanan favorit mereka. Salah satu anak mengungkapkan kesukaannya pada permainan tradisional Garrafinha dan makanan Magoga dari Angola.
Sesi berikutnya dilanjutkan dengan kuis seru dari Tim TGR untuk menguji pemahaman anak-anak terhadap informasi yang telah mereka terima. Sesi kuis membuat semua peserta bersemangat karena terdapat banyak hadiah menarik. Contoh pertanyaan yang diajukan yaitu “ Dari negara manakah, Bāozi berasal?”

Potret Sesi Kuis Berhadiah
(Dokumentasi TGR Community, 2025)
Sobat TGR ngerasain kan keseruan dari acara ini? Tak sampai di situ, para peserta dan panitia juga turut memberikan pengalaman mereka mengenai acara tersebut. Kira-kira apa ya?
Testimoni pertama datang dari Victoria Camia, mahasiswa internasional dari Angola dan Ma Junhao, mahasiswa Internasional yang berasal dari China. Mereka sangat senang dengan adanya acara seperti ini.
“Acara hari ini sangat menarik dan menyenangkan karena memberi kesempatan untuk mempelajari budaya negara lain. Saya berharap akan ada lebih banyak acara seperti ini, karena selain memperkuat diplomasi dan pertukaran budaya, kegiatan seperti ini juga mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan yang tumbuh sejak masa kanak-kanak, terutama melalui permainan,” kata Victoria Camia.
“Overall, aku senang dengan acara hari ini. Disini aku diberikan kesempatan sebagai perwakilan dari negaraku untuk memperkenalkan permainan tradisional dan makanan tradisional. Harapannya akan banyak lagi acara seperti ini kedepannya,” tambah Ma Junhao.
Selain itu, pendiri perpustakaan liliana, Ibu Aini Firdaus juga turut membagikan pendapatnya tentang acara hari ini. Beliau merasa bersyukur dengan acara ini karena anak-anak mendapatkan kesempatan untuk belajar hal baru.
“Saya merasa puas dengan acara ini karena memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mempelajari budaya negara lain, melatih kemampuan berbahasa, serta mendorong mereka untuk lebih produktif melalui kegiatan yang positif. Saya berharap akan ada lebih banyak acara seperti ini agar kita belajar menghargai perbedaan budaya,” ujar Ibu Aini Firdaus.
Sementara itu, beberapa anak-anak dari Perpustakaan Liliana yang mengikuti kegiatan ini juga turut membagikan pengalaman mereka. Mereka tampak antusias dan senang karena bisa belajar budaya baru sambil bermain dan berinteraksi dengan kakak-kakak mahasiswa internasional.
“Aku suka banget acara ini karena aku bisa ketemu sama kakak-kakak mahasiswa internasional dan bermain bersama teman yang lainnya. Tidak hanya itu, aku juga bisa merasakan makanan tradisional dari negara lain. Aku paling senang main permainan tradisional dari Angola yaitu garrafinha,” kata Monica.
“Acaranya keren, aku suka karena banyak mainan dan juga makanan. Aku bisa mengenal makanan sma permainan negara lain dan juga kita dikasih passport. Aku paling senang main gangsing sama makan paracuca dari Angola ,” tambah Arkhana.
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa semua orang yang turut hadir pada acara itu sangat senang dan bersyukur dengan adanya acara ini. Melali acara ini, mereka dapat mengenal permainan dan makanan dari negara lain serta berinteraksi langsung dengan perwakilan dari negara tersebut.
Tak terasa acara telah sampai di penghujung. Kini saatnya sesi foto bersama, momen penting untuk mengabadikan kenangan manis dari kegiatan hari ini. One, two and three say “Kimchi”!

Potret Sesi Foto Bersama
(Dokumentasi TGR Community, 2025)
Nah, itu tadi sekilas tentang keseruan acara Hompimpa Fest by President University. Seru, menyenangkan sekaligus edukatif, bukan? Anak-anak bisa diajak mengenal budaya dari negara tetangga dengan cara yang inovatif dan kreatif. Semoga kedepannya semakin banyak acara edukasi yang dikemas dengan cara unik seperti ini ya, Sobat TGR. “Lupakan Gadget-mu, Ayo Main di Luar!” (NB/ed. EVA)
Bagi Sobat TGR yang ingin berkolaborasi dengan kami, baik menjadi pengisi acara, tenant, maupun narasumber, cukup klik tautan di sini, ya!
Journalist: Nadia Baharuddin
Editor: Eva Gianina
Graphic Designer: Nurul Hidayah
QC/Publisher: R. Harvie R. B. R
Traditional Games Returns Tgr Goes To School Hompimpa Fest Bermain Permainan Tradisional Permainan Tradisional MancanegaraMitra Kolaborasi:
Copyright © 2017 - 2025 Traditional Games Returns All rights reserved.